Apa itu PT Perorangan?

By Admin Solusi Hukum |

Dengan adanya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) berefek pada berbagai perubahan di berbagai sektor. Salah satunya adalah dengan adanya sistem Perseroan Perorangan . Perseroan Perorangan diperkenalkan UU Cipta Kerja terhadap perubahan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 40/2007) (untuk selanjutnya UU No. 40/2007 yang mana diubah oleh UU Cipta Kerja disebut dengan “UU PT”).

Karakteristik Perseroan Perorangan

Karakteristik Perseroan Perorangan meliputi:

1. Didirikan / Dibentuk oleh satu orang juga memiliki satu pemegang saham

“Jika Perseroan memenuhi kriteria sebagai Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang.”

Sebagai gambaran perbandingan, umumnya Perseroan Terbatas tidak dapat didirikan dan dimiliki oleh satu pemegang saham saja. Walaupun dalam keadaan tertentu Perseroan Terbatas bisa dimiliki oleh satu pemegang saham, namun akan memberikan implikasi bahwa pemegang saham akan bertanggung jawab penuh secara pribadi atas perikatan perseroan dan juga harus segera mengalihkan sahamnya kepada pihak lain (Pasal 7 ayat (1), ayat (5), dan ayat (6) UU PT).

2. Pemegang Sahamnya dibatasi hanya untuk satu orang

Hanya satu orang saja yang dapat mendirikan dan menjadi pemegang saham untuk sebuah Perseroan Perorangan. ketentuan ini bisa di lihat pada ketentuan Pasal 135E UU PT yang berbunyi sebagai berikut:

“Pemegang saham Perseroan Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A merupakan orang perseorangan.”

Keadaan ini menjadi pembeda juga dengan Perseroan Terbatas umum, di mana dalam Perseroan Terbatas pemegang sahamnya dapat berupa badan hukum.

3. Pendiri dan Pemegang Sahamnya Harus Warga Negara Indonesia

Dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2021 mengenai Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil (“PP No. 8/2021”) menegaskan bahwa Perseroan Perorangan hanya dapat didirikan oleh Warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan:

  • berusia paling minimal 17 (tujuh belas) tahun; dan 
  • cakap hukum.

4. Perseroan Perorangan hanya berlaku kepada Usaha Mikro dan Kecil

Melihat pada ketentuan Pasal 153A ayat (1) UU PT, & diatur lebih detail dengan PP No. 8/ 2021 Melihat pasal 2 ayat (1), disebutkan Perseroan Perorangan hanya dapat dibentuk oleh Usaha Mikro & Kecil saja.

Jika melihat pada pengaturan di Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Mengenai Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Usaha yang masuk ke dalam kriteria usaha mikro (Pasal 35 ayat (3).a jo. ayat (5).a PP No. 7/2021) adalah:

  1. Usaha usaha dengan modal usaha sampai dengan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar Rupiah) jumlah ini tidak termasuk tanah & bangunan tempat usaha; atau
  2. Usaha dengan hasil omset tahunan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar Rupiah).

Sedangkan usaha yang termasuk dalam kriteria usaha kecil (Pasal 35 ayat (3).b jo. ayat (5).b PP No. 7/2021) adalah:

  1. Usaha usaha dengan modal usaha lebih dari Rp 1.000.000.000 (satu miliar Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar Rupiah) hal ini tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  2. Usaha usaha dengan omset tahunan lebih dari Rp 2.000.000.000 (dua miliar Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 15.000.000.000 (lima belas miliar Rupiah).

5. Pada Pemegang Saham Perseroan Perorangan tidak Langsung bertanggung jawab pada perikatan dan kerugian dari Perseroan Perorangan

Karakteristik yang satu ini juga dimiliki oleh Perseroan Terbatas, yaitu prinsip pertanggung jawaban terbatas pemegang saham. bisa di lihat pada Pasal 153J ayat (1) UU PT:

“Pemegang saham di Perseroan Usaha Mikro & Kecil tidak langsung bertanggung jawab secara pribadi pada perikatan Perseroannya dan juga tidak bertanggung jawab apabila terjadi kerugian Perseroan melebihi kepemilikan sahamnya”

UU PT mengatur juga tentang pembatasan pertanggungjawaban pada Perseroan Perorangan. apabila hal-hal tersebut dipenuhi, maka pemegang saham tetap bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan Perorangan (Pasal 153J ayat (2) UU PT):

  1. Sarat sarat Perseroan Perorangan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
  2. pemegang saham yang mana baik langsung maupun tidak langsung memiliki itikad buruk dengan maksut memanfaatkan Perseroan Perorangan untuk melawan hukum dengan menggunakan kekayaan Perseroan Perorangan, dan menyebabkan kekayaan Perseroan Perorangan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan Perorangan.

Jika diperhatikan, pada pasal 153J UU PT ini sama dengan Pasal 3 UU PT. ini menjelaskan bahwa Perseroan Perorangan tetap masih memiliki prinsip pertanggung jawaban terbatas antara perseroan dan pemegang sahamnya Seperti Perseroan Terbatas pada umumnya.

Pendirian Perseroan Perorangan

Perbedaan lain pada Perseroan Perorangan dengan Perseroan Terbatas umumnya adalah terkait dengan pendiriannya.

  1. Nama dan tempat kedudukan Perseroan Perorangan;
  2. Jangka waktu berdirinya Perseroan Perorangan;
  3. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan Perorangan;
  4. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
  5. Nilai nominal dan jumlah saham;
  6. Alamat Perseroan Perorangan; dan
  7. Nama lengkap,tempat & tanggal lahir,pekerjaan,tempat tinggal,nomor induk kependudukan,& nomor pokok wajib pihak dari pendiri sekaligus direktur & pemegang saham Perseroan Perorangan.

perlu diperhatikan juga bahwa pendiri wajib menyetorkan modal dan disetor penuh untuk bukti penyetoran yang sah wajib disampaikan secara elektronik di Kementerian Hukum dan HAM paling lambat 60 Hari dari tanggal pengisian Pernyataan Pendirian (Pasal 4 ayat (2) PP No. 8 / 2021).

Setelah pendaftaran maka Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan sertikat pendaftaran secara elektronik (Pasal 6 ayat (3) PP No. 8 / 2021). Dengan memiliki sertikat pendaftaran ini maka Perseroan Perorangan sah berstatus sebagai badan hukum (Pasal 6 ayat (3) PP No. 8 / 2021), dan dengan diperolehnya status badan hukum dari Perseroan Perorangan ini maka prinsip pertanggung jawaban terbatas yang diatur dalam Pasal 135J UU PT mulai berlaku.

Untuk struktur permodalan untuk Perseroan Perorangan tidak ada peraturan kusus yang mengatur, dengan kondisi ini maka ketentuan Perseroan Terbatas menjadi tetap berlaku.

Berdasarkan Pasal 3 jo. Pasal 4 PP No. 8 / 2021 mengatur perseroan (termasuk Perseroan Perorangan) harus memiliki modal dasar dengan besaran yang ditentukan berdasarkan keputusan pendiri Perseroan Perorangan, & sebesar 25% (dua puluh lima persen) modal dasar ini harus ditempatkan dan disetor secara penuh.

Tentang modal minimum, ketentuan perundang-undangan saat ini tidak lagi mengatur mengenai minimum modal untuk Perseroan Terbatas, dengan demikian tidak ada ketentuan minimum modal lagi untuk Perseroan Perorangan. Sebelumnya, UU No. 40/2007 mengharuskan modal dasar dari Perseroan Terbatas paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta Rupiah).

Namun ketentuan ini otomatis tidak berlaku lagi dengan adanya UU Cipta Kerja.

iklan solusi hukum

Ingin mempelajari lebih lanjut?

Kunjungi learning center kami!

Pengurusan Perseroan Perorangan

Berdasarkan Pasal 153D UU PT mengatur mengenai ketentuan bahwa yang menjalankan pengurusan Perseroan Perorangan adalah Direksi. jika kita melihat kepada ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2).g PP No. 8 / 2021 dijelaskan bahwa seorang Direksi Perseroan Perorangan dapat menjadi seorang pendiri yang sekaligus juga pemegang saham.

Kewajiban merubah bentuk menjadi Perseroan Terbatas

Sebagaimana telah dijelaskan di atas keberadaan dari Perseroan Perorangan ini dikhususkan untuk Usaha Mikro dan Kecil saja. Dengan demikian sebagaimana dijelaskan juga dalam Pasal 9 PP No. 8 / 2021 jika keadaan keadaan berikut kedepan terjadi perubahan, maka sebuah Perseroan Perorangan harus mengubah status badan hukumnya menjadi Perseroan Terbatas, apabila terjadi:

  1. Apabila pemegang saham menjadi lebih dari 1 (satu) orang; dan/atau
  2. Tidak memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.

Perubahan ini perlu dilakukan melalui akta notaris dan didaftarkan secara elektronik kepada Kementerian Hukum dan HAM dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Perseroan Terbatas (Pasal 9 ayat (2) dan (3) PP No. 8/2021).

Pembubaran Perseroan Perorangan

Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) PP No. 8/2021, pembubaran Perseroan Perorangan ditetapkan dengan keputusan pemegang saham Perseroan Perorangan dan dituangkan dalam Pernyataan Pembubaran. Pernyataan Pembubaran ini lebih lanjut diberitahukan secara elektronik kepada Kementerian Hukum dan HAM.

  1. Berdasarkan keputusan pemegang saham Perseroan Perorangan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan rapat umum pemegang saham;
  2. Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Pernyataan Pendirian atau perubahannya telah berakhir;
  3. Berdasarkan penetapan pengadilan;
  4. Dengan dicabutnya kepailitan melalui putusan pengadilan niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, harta pailit sebuah Perseroan Perorangan tidak cukup / mampu untuk membayar biaya kepailitannya;
  5. Harta pailit Perseroan Perorangan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang; atau
  6. Dicabutnya perizinan berusaha Perseroan Perorangan sehingga mewajibkan Perseroan Perorangan melakukan likuidasi dengan mengisi pernyataan pembubaran.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (3) PP No. 8 / 2021:

Jika sebuah Perseroan Perorangan dibubarkan oleh pemegang sahamnya, jangka waktunya telah berakhir, pencabutan kepailitan, serta pencabutan izin maka pembubaran akan diikuti dengan proses likuidasi.

Lebih lanjut, pemegang saham berkewajiban untuk menunjuk likuidator, apabila tidak maka direksi (yang juga merupakan pemegang saham Perseroan Perorangan) Harus menjadi likuidator.

Laporan Keuangan PT Perseroan Perorangan

Ada beberapa ketentuan yang wajib Anda perhatikan untuk membuat dan menyampaikan laporan keuangan (Pasal 10 PP No. 8/2021). Laporan keuangan ini wajib dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan HAM paling lambat 6 (enam) bulan setelah akhir periode akuntansi berjalan

Laporan keuangan ini memuat:

  1. Laporan posisi keuangan;
  2. Laporan laba rugi; dan
  3. Catatan atas laporan keuangan tahun berjalan.

Apabila tidak menyampaikan laporan keuangan maka Perseroan Perorangan dapat dikenakan sanksi, antara lain:

  1. Teguran tertulis;
  2. Penghentian hak akses atas layanan; atau
  3. Pencabutan status badan hukum.

Berikut penjalasan mengenai PT Perorangan, jika Anda UMKM yang tertarik untuk mendirikan PT Perorangan karena mudah dan cepat, Anda bisa menghubungi kami di:

Konsultasi-Solusi-Hukum-Online-Secara-Gratis

Sumber:
– Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas
– Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
– Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil

Kantor Kami